I
Asap-asap putih kekuningan yang berlarian itu
Telah membutakan langit beta
Telah membutakan langit beta
Udara penuh debu dan belerang yang berhamburan
Mata berdarah, tanah air bernanah dan semangat
Yang tak boleh punah dalam dada
Mata berdarah, tanah air bernanah dan semangat
Yang tak boleh punah dalam dada
Maka luka dari debu dan derita yang diakibatkan
Asap-asap menjenuhkan
Telah menjadi bambu runcing yang kusam
Asap-asap menjenuhkan
Telah menjadi bambu runcing yang kusam
II
Tuan
Kau telah menggantungkan tujuh rupa bunga
Di atas keranda,
Kau telah menggantungkan tujuh rupa bunga
Di atas keranda,
Tuan
Kau telah menggantikan tiang-tiang bendera
Dengan pohon-pohon kemboja
Kau telah menggantikan tiang-tiang bendera
Dengan pohon-pohon kemboja
Tuan
Kau telah memupus rona-rona hasrat dan gelisah
Dalam dekapan ibu pertiwi
III
Kau telah memupus rona-rona hasrat dan gelisah
Dalam dekapan ibu pertiwi
III
Betapa hancurnya harga diri dan karisma
Bila tanah air direnggut tanpa perlawanan
Betapa nistanya nilai-nilai cinta dan kerelaan
Bila pengorbanan hanya terukur kata-kata
Betapa sederhananya jejak yang diwariskan
Bila nisan kayu yang menancap di matamu
Hanya kau jadikan bambu runcing yang kusam
Bila tanah air direnggut tanpa perlawanan
Betapa nistanya nilai-nilai cinta dan kerelaan
Bila pengorbanan hanya terukur kata-kata
Betapa sederhananya jejak yang diwariskan
Bila nisan kayu yang menancap di matamu
Hanya kau jadikan bambu runcing yang kusam
2010-2012
Athrofy Ula Aspera, lahir di Garut. Mahasiswa
Bahasa & Sastra Arab UIN SGD Bandung. Eksponen Komunitas Sasaka. Tukang
puisi dan penggemar Gubernur.
0 komentar:
Posting Komentar